Selasa, 02 Oktober 2012




Untuk ukuran abege di zaman millennium ini, namanya tergolong langka: PANGERAN DIPONEGORO. Ketika memperkenalkan diri di depan kelas, dengan bangga dia mengaku  masih keturunan dari pahlawan nasional yang selalu berpakaian serba putih dan membawa keris itu.
Tapi yang bikin semua orang bingung, Pangeran Diponegoro ngotot minta dipanggil dengan nama lengkapnya. Dia akan langsung sewot jika namanya yang agung itu dipotong-potong.
Dalam sekejap Pangeran Diponegoro sukses menjadi selebritis paling terkenal di sekolah. Bodinya yang super jangkung ( lebih dari dari dua meter) begitu mudah dikenali. Apalagi wajahnya yang masuk kategori bermutu alias bermuka tua, tampak sangar dengan jenggot panjang yang cuma berjumlah tiga helai.
Konon katanya, tiga jenggot istimewa itu tumbuh sehelai setiap lima tahun sekali. Dan konon katanya lagi, jenggot yang keempat direncanakan tumbuh tiga tahun lagi, yaitu saat Pangeran Diponegoro genap berusia dua puluh tahun.
Terkenalnya Pangeran Diponegoro bukan cuma karena penampilan fisiknya, tapi karena diam-diam sang pangeran naksir sama Siti Hilton, cewek blasteran Amrik-Betawi yang imut kiyut dan selalu rangking satu itu.
***
Pagi itu wajah Cathy (panggilan kerennya Siti Hilton) tampak penuh percaya diri. Dia yakin semester ini akan kembali merebut scudetto kelas. Dan liburan nanti, Dad akan mengajak dia dan Enyak jalan-jalan ke Gedung Putih. Sudah lama Cathy pengin ngelihat langsung Mister Obama. Dan liburan ini keinginannya itu harus terwujud.
Alhasil, waktu Cathy  melihat sepucuk surat di mejanya, dia cuma cuek-cuk aja. Pasti surat kagak penting, dari salah satu fans aye yang kagak penting, gumam Cathy.
Beberapa saat kemudian, Cathy sudah nggak ingat lagi sama surat itu. Seluruh konsentrasinya tertuju pada lembar soal di tangan. Semua lancar. 99 persen pertanyaan berhasil dijawabnya tanpa kesulitan. Dia jadi tambah yakin bakal kembali merebut rangking pertama.
Begitu bel istirahat berbunyi, sebuah senyuman terukir manis di bibir Cathy. Tapi saat melangkah ke luar , senyum itu langsung lenyap. Dilihatnya Pangeran Diponegoro sudah berdiri menanti.
“Bagaimana soalnya, Dik Siti?” tanya Pangeran Diponegoro.
Emosi Cathy tersulut mendengar dirinya dipanggil dengan panggilan yang dibencinya. “Heh! Kalo sekali lagi elo panggil gue kayak barusan, gue ganti nama elo jadi Jenderal De Kock, Mau?”
“Lho ya mbok jangan gitu! Lha wong Jenderal De Kock itu musuh bebuyutannya Tuanku Pangeran Diponegoro, kok… Lha saya ini kan masih….”
“Aaah… Udah-udah! Ngapain lo di sini, ngalangin jalan gue?” potong Cathy dengan sadisnya.
“Anu. Saya mau nanaya gimana tanggapan Dik Cathy tentang surat dari saya tadi?”
“Ooo, itu surat dari Kangmas Pangeran Diponegoro, tho?” tanya Cathy, kali ini dengan gaya paling imut.
Sang Pangeran sampai melongo saking terpesonanya dengan gaya bicara Sang Ratu pujaan hati. “Iya, itu saya tulis dengan sepenuh jiwa, lho!”
Cathy manggut-manggut. “Romantis banget lho, Mas.”
Pangeran Diponegoro merasa tiba-tiba dirinya bisa melayang. Jenggot  di dagunya yang cuma berjumlah tiga helai itu berdiri towew-towew…
“Tapi, Mas….”
Sang Pangeran berhenti mendadak – masih merasa di udara.
“Kayaknya tadi waktu nyerahin soal, surat dari Kangmas Pangeran Diponegoro juga ikut kebawa, deh…..”
Gedebug! Sang Pangeran jatuh dengan sukses.
***
Keesoakn harinya, sebelum para siswa pulang, Pak Samsul Budi Yuwono alias Pak eSBeYe, yang menjabat kepala sekolah dua periode, masuk ke kelas Cathy. Belum apa-apa Pangeran Diponegoro sudah berkeringat dingin.
“Anak-anak yang saya banggakan!” Pak eSBeYe menyapa penuh wibawa.
“Perlu saya sampaikan bahwa sekolah kita tidak melarang jika ada yang saling menyukai atau berpacaran. Tapi, kalian harus ingat bahwa tugas utama kalian adalah belajar. Saya tidak mau jika karena urusan pacaran membuat kalian lupa belajar dan berakibat pada menurunnya prestasi kalian….”
Pangeran Diponegoro bertambah pucat. Sementara Cathy cuma senyum-senyum menanti kemenangan.
“Kalian boleh pacaran, asal hal itu bisa memotivasi untuk belajar dan berprestasi. Kemarin saya mendapati sepucuk surat dari seorang siswa kepada siswi temannya di kelas ini….”
Spontan seisi kelas menjadi ribut. Anak-anak saling bertanya satu sama lain.
“Surat apaan, Pak?”
“Surat cinta ya, Pak?”
“Dari siapa, Pak?”
“Buat siapa, Pak?”
Pak eSBeYe sampai harus berjuang mati-matian untuk menenangkan situasi. “Tenang! Tenang!”
Akhirnya anak-anak mulai tenang. Cuma Pangeran Diponegoro seorang yang nggak bisa tenang. Di tempatnya, dia mengkeret sendirian. Jenggot antik tiga helainya layu seperti kurang nutrisi.
“Ehm-ehm1” Pak eSBeYe berdehem. “Saya tidak akan menyebut nama yang bersangkutan.”
“Huuuu…..!” sorak anak-anak kompak. Pangeran Diponegoro bisa bernafas lebih tenang sekarang. Sementara Cathy manyun, karena kecewa.
“Semula saya memang bermaksud menegur yang bersangkutan di depan kelas. Tapi ternyata, setelah melihat hasil ujian kemarin, yang bersangkutan berhasil meraih nilai tertinggi di kelas ini….”
Cathy nggak terima. Bukan cuma karena Pangeran Diponegoro lolos dari kemarahan Pak eSBeYe, tapi juga karena ternyata sang Pengeran bisa mengalahkannya. Cathy nggak rela. Kalau hal ini dibiarkan, mimpinya untuk bisa berfoto di atas obor patung Liberty terancam berantakan.
No, Way!”
***
Bagh-bugh…. Bagh-bugh!
Terjadi keributan di kamar Cathy.
Si imut kiyut sedang melampiaskan kemarahannya pada bantal gulingnya yang nggak punya dosa. Biarpun sudah kelelahan, Cathy terus saja melanjutkan aksi smack down-nya. Aksinya baru berhenti saat lengkingan jacko dari ponselnya ngasih tau ada pesan masuk.
Sambil ngos-ngosan Cathy meraih ponsel. Alisnya terangkat saat melihat nomor yang tidak dikenalnya. Ia buka pesan itu.
“Maaf, dik Cathy, atas kejadian kmaren. Aq g b’mksd bwt u marah. Aq cm mw b’tmn. Met b’lajar z! PANGERAN DIPONEGORO”
Amarah Cathy yang sesaat lalu sempat turun, sekarang malah naik seratus kali lipat. Dengan penuh emosi dibalasnya sms dari sang Pangeran.
“PANGERAN GADUNGAN! DENGER! GW G MW TRIMA MAAF LO. GW G MW JD TMN LO. N LO G USH NYURU GW B’AJAR COZ GW PASTI RANKING I. G DA YG BS NGALAIN GW T’MASUK LO.”
Tidak lama, Pangeran Diponegoro kembali mengirim balasan.
“Org Bijak B’kata: Orang Bijak adalah mereka yg PD berada di depan, tp tidak minder jika harus berada di belakang.”
Emosi Cathy mencapai puncaknya. Dimatikannya hape yang nggak bersalah itu, lalu dia kembali menghajar bantal dan gulingnya dengan lebih sadis. Bagh-bugh…. Bagh-bugh!
“PANGERAN GADUNGAN! AKU BENCI KAMYUUUU….!”
Di dapur, si Enyak yang lagi tidur siang, sampai terbangun dan buru-buru melompat ke kamar Cathy, mengira putrinya kesurupan jin di gang buntu samping kuburan.
***
Pagi yang cerah mengiringi langkah Cathy menyambut hari yang paling dinanti. Hari pembagian rapor. Cathy tetap yakin kali ini dia masih tak akan terkalahkan. Termasuk oleh makhluk paling menyebalkan yang bernama Pangeran Diponegoro.
Ah, Pangeran Diponegoro. Kadang secara nggak sadar Cathy sering kali merindukannya. Tapi, sejak peristiwa surat nyasar itu, sikap sang Pangeran sepertinya sudah berubah.
“Ngapain gue mikirin dia lagi, sih?” Cathy menggerutu sendiri.
Orang yang dipikirkannya melintas dengan anggun sambil tersenyum. Cathy jadi salah tingkah sendiri.
Di kelas, Cathy pun terus memperhatikan sang Pangeran yang maju ke meja guru untuk mengambil rapornya. Cathy juga sempat melihat senyum bahagia di bibir sang Pangeran saat membuka  rapor. Malihat itu, perasaan Cathy mendadak jadi parno sendiri. Jangan-jangan sang Pangeran berhasil menyabotase posisinya selama ini. “No, Way! Nggak rela!  Nehi-nehi lah yaw!”
“Siti Hilton!”
Cathy lumayan kaget saat mendengar namanya disebut oleh wali kelas. Tangannya gemetar saat membuka rapor. Perasaannya campur aduk mengetahui peringkat yang tertulis di sana.
“Rangking Pertama….” Gumamnya dengan mata berbinar.
Bukan baru pertama kali ini Cathy meraih prestasi tertinggi di kelas. Tapi, entah kenapa dia merasa rangking yang diraihnya semester ini membawa nuansa berbeda di hatinya. Nuansa yang nggak bisa dilukiskan dengan kalimat.
Saat Cathy kembali ke tempat duduk, dia mendapati sebuah kertas terlipat di mejanya. Langsung dia buka:
Ada Orang Bijak Berkata:
….. Jangan Berjalan di Depanku, Aku Mungkin tak dapat Mengikuti,
Jangan Berjalan di Belakangku, Aku Mungkin tak dapat Memimpin,
Tapi, Berjalanlah seiring bersamaku. Jadilah Sahabatku.
Pangeran Diponegoro.

Cathy menoleh ke tempat duduk Pangeran Diponegoro. Dilihatnya sang Pangeran sedang tersenyum sambil mengacungkan dua jempol padanya.
Dan, tidak ada alasan baginya untuk tidak membalas senyuman itu.
(Dimuat di STORY, teenlit magazine.  Edisi 19/ Th. II/ Februari - Maret 2011)


Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar

Halaman Ibnu Shalih © 2013 | Powered by Blogger | Blogger Template by DesignCart.org