Untuk ukuran abege di zaman millennium ini, namanya tergolong langka: PANGERAN DIPONEGORO. Ketika memperkenalkan diri di depan kelas, dengan bangga dia mengaku masih keturunan dari pahlawan nasional yang selalu berpakaian serba putih dan membawa keris itu.
Tapi
yang bikin semua orang bingung, Pangeran Diponegoro ngotot minta dipanggil
dengan nama lengkapnya. Dia akan langsung sewot jika namanya yang agung itu
dipotong-potong.
Dalam
sekejap Pangeran Diponegoro sukses menjadi selebritis paling terkenal di
sekolah. Bodinya yang super jangkung ( lebih dari dari dua meter) begitu mudah
dikenali. Apalagi wajahnya yang masuk kategori bermutu alias bermuka tua,
tampak sangar dengan jenggot panjang yang cuma berjumlah tiga helai.
Konon
katanya, tiga jenggot istimewa itu tumbuh sehelai setiap lima tahun sekali. Dan
konon katanya lagi, jenggot yang keempat direncanakan tumbuh tiga tahun lagi,
yaitu saat Pangeran Diponegoro genap berusia dua puluh tahun.
Terkenalnya
Pangeran Diponegoro bukan cuma karena penampilan fisiknya, tapi karena
diam-diam sang pangeran naksir sama Siti Hilton, cewek blasteran Amrik-Betawi
yang imut kiyut dan selalu rangking satu itu.
***
Pagi
itu wajah Cathy (panggilan kerennya Siti Hilton) tampak penuh percaya diri. Dia
yakin semester ini akan kembali merebut scudetto kelas. Dan liburan nanti, Dad
akan mengajak dia dan Enyak jalan-jalan ke Gedung Putih. Sudah lama Cathy
pengin ngelihat langsung Mister Obama. Dan liburan ini keinginannya itu harus
terwujud.
Alhasil,
waktu Cathy melihat sepucuk surat di mejanya,
dia cuma cuek-cuk aja. Pasti surat kagak
penting, dari salah satu fans aye yang kagak penting, gumam Cathy.
Beberapa
saat kemudian, Cathy sudah nggak ingat lagi sama surat itu. Seluruh
konsentrasinya tertuju pada lembar soal di tangan. Semua lancar. 99 persen
pertanyaan berhasil dijawabnya tanpa kesulitan. Dia jadi tambah yakin bakal
kembali merebut rangking pertama.
Begitu
bel istirahat berbunyi, sebuah senyuman terukir manis di bibir Cathy. Tapi saat
melangkah ke luar , senyum itu langsung lenyap. Dilihatnya Pangeran Diponegoro
sudah berdiri menanti.
“Bagaimana
soalnya, Dik Siti?” tanya Pangeran Diponegoro.
Emosi
Cathy tersulut mendengar dirinya dipanggil dengan panggilan yang dibencinya.
“Heh! Kalo sekali lagi elo panggil gue kayak barusan, gue ganti nama elo jadi
Jenderal De Kock, Mau?”
“Lho
ya mbok jangan gitu! Lha wong Jenderal De Kock itu musuh bebuyutannya Tuanku
Pangeran Diponegoro, kok… Lha saya ini kan masih….”
“Aaah…
Udah-udah! Ngapain lo di sini, ngalangin jalan gue?” potong Cathy dengan
sadisnya.
“Anu.
Saya mau nanaya gimana tanggapan Dik Cathy tentang surat dari saya tadi?”
“Ooo,
itu surat dari Kangmas Pangeran Diponegoro, tho?” tanya Cathy, kali ini dengan
gaya paling imut.
Sang
Pangeran sampai melongo saking terpesonanya dengan gaya bicara Sang Ratu pujaan
hati. “Iya, itu saya tulis dengan sepenuh jiwa, lho!”
Cathy
manggut-manggut. “Romantis banget lho, Mas.”
Pangeran
Diponegoro merasa tiba-tiba dirinya bisa melayang. Jenggot di dagunya yang cuma berjumlah tiga helai itu
berdiri towew-towew…
“Tapi,
Mas….”
Sang
Pangeran berhenti mendadak – masih merasa di udara.
“Kayaknya
tadi waktu nyerahin soal, surat dari Kangmas Pangeran Diponegoro juga ikut
kebawa, deh…..”
Gedebug!
Sang Pangeran jatuh dengan sukses.
***
Keesoakn
harinya, sebelum para siswa pulang, Pak Samsul Budi Yuwono alias Pak eSBeYe,
yang menjabat kepala sekolah dua periode, masuk ke kelas Cathy. Belum apa-apa
Pangeran Diponegoro sudah berkeringat dingin.
“Anak-anak
yang saya banggakan!” Pak eSBeYe menyapa penuh wibawa.
“Perlu
saya sampaikan bahwa sekolah kita tidak melarang jika ada yang saling menyukai
atau berpacaran. Tapi, kalian harus ingat bahwa tugas utama kalian adalah belajar.
Saya tidak mau jika karena urusan pacaran membuat kalian lupa belajar dan
berakibat pada menurunnya prestasi kalian….”
Pangeran
Diponegoro bertambah pucat. Sementara Cathy cuma senyum-senyum menanti
kemenangan.
“Kalian
boleh pacaran, asal hal itu bisa memotivasi untuk belajar dan berprestasi.
Kemarin saya mendapati sepucuk surat dari seorang siswa kepada siswi temannya
di kelas ini….”
Spontan
seisi kelas menjadi ribut. Anak-anak saling bertanya satu sama lain.
“Surat
apaan, Pak?”
“Surat
cinta ya, Pak?”
“Dari
siapa, Pak?”
“Buat
siapa, Pak?”
Pak
eSBeYe sampai harus berjuang mati-matian untuk menenangkan situasi. “Tenang!
Tenang!”
Akhirnya
anak-anak mulai tenang. Cuma Pangeran Diponegoro seorang yang nggak bisa
tenang. Di tempatnya, dia mengkeret sendirian. Jenggot antik tiga helainya layu
seperti kurang nutrisi.
“Ehm-ehm1”
Pak eSBeYe berdehem. “Saya tidak akan menyebut nama yang bersangkutan.”
“Huuuu…..!”
sorak anak-anak kompak. Pangeran Diponegoro bisa bernafas lebih tenang
sekarang. Sementara Cathy manyun, karena kecewa.
“Semula
saya memang bermaksud menegur yang bersangkutan di depan kelas. Tapi ternyata,
setelah melihat hasil ujian kemarin, yang bersangkutan berhasil meraih nilai
tertinggi di kelas ini….”
Cathy
nggak terima. Bukan cuma karena Pangeran Diponegoro lolos dari kemarahan Pak
eSBeYe, tapi juga karena ternyata sang Pengeran bisa mengalahkannya. Cathy
nggak rela. Kalau hal ini dibiarkan, mimpinya untuk bisa berfoto di atas obor
patung Liberty terancam berantakan.
“No, Way!”
***
Bagh-bugh…. Bagh-bugh!
Terjadi
keributan di kamar Cathy.
Si
imut kiyut sedang melampiaskan kemarahannya pada bantal gulingnya yang nggak
punya dosa. Biarpun sudah kelelahan, Cathy terus saja melanjutkan aksi smack down-nya. Aksinya baru berhenti
saat lengkingan jacko dari ponselnya
ngasih tau ada pesan masuk.
Sambil
ngos-ngosan Cathy meraih ponsel. Alisnya terangkat saat melihat nomor yang
tidak dikenalnya. Ia buka pesan itu.
“Maaf,
dik Cathy, atas kejadian kmaren. Aq g b’mksd bwt u marah. Aq cm mw b’tmn. Met
b’lajar z! PANGERAN DIPONEGORO”
Amarah
Cathy yang sesaat lalu sempat turun, sekarang malah naik seratus kali lipat.
Dengan penuh emosi dibalasnya sms dari sang Pangeran.
“PANGERAN
GADUNGAN! DENGER! GW G MW TRIMA MAAF LO. GW G MW JD TMN LO. N LO G USH NYURU GW
B’AJAR COZ GW PASTI RANKING I. G DA YG BS NGALAIN GW T’MASUK LO.”
Tidak
lama, Pangeran Diponegoro kembali mengirim balasan.
“Org
Bijak B’kata: Orang Bijak adalah mereka yg PD berada di depan, tp tidak minder
jika harus berada di belakang.”
Emosi
Cathy mencapai puncaknya. Dimatikannya hape yang nggak bersalah itu, lalu dia
kembali menghajar bantal dan gulingnya dengan lebih sadis. Bagh-bugh…. Bagh-bugh!
“PANGERAN
GADUNGAN! AKU BENCI KAMYUUUU….!”
Di
dapur, si Enyak yang lagi tidur siang, sampai terbangun dan buru-buru melompat
ke kamar Cathy, mengira putrinya kesurupan jin di gang buntu samping kuburan.
***
Pagi
yang cerah mengiringi langkah Cathy menyambut hari yang paling dinanti. Hari
pembagian rapor. Cathy tetap yakin kali ini dia masih tak akan terkalahkan.
Termasuk oleh makhluk paling menyebalkan yang bernama Pangeran Diponegoro.
Ah,
Pangeran Diponegoro. Kadang secara nggak sadar Cathy sering kali merindukannya.
Tapi, sejak peristiwa surat nyasar itu, sikap sang Pangeran sepertinya sudah
berubah.
“Ngapain
gue mikirin dia lagi, sih?” Cathy menggerutu sendiri.
Orang
yang dipikirkannya melintas dengan anggun sambil tersenyum. Cathy jadi salah
tingkah sendiri.
Di
kelas, Cathy pun terus memperhatikan sang Pangeran yang maju ke meja guru untuk
mengambil rapornya. Cathy juga sempat melihat senyum bahagia di bibir sang
Pangeran saat membuka rapor. Malihat
itu, perasaan Cathy mendadak jadi parno sendiri. Jangan-jangan sang Pangeran
berhasil menyabotase posisinya selama ini. “No,
Way! Nggak rela! Nehi-nehi lah yaw!”
“Siti
Hilton!”
Cathy
lumayan kaget saat mendengar namanya disebut oleh wali kelas. Tangannya gemetar
saat membuka rapor. Perasaannya campur aduk mengetahui peringkat yang tertulis
di sana.
“Rangking
Pertama….” Gumamnya dengan mata berbinar.
Bukan
baru pertama kali ini Cathy meraih prestasi tertinggi di kelas. Tapi, entah
kenapa dia merasa rangking yang diraihnya semester ini membawa nuansa berbeda
di hatinya. Nuansa yang nggak bisa dilukiskan dengan kalimat.
Saat
Cathy kembali ke tempat duduk, dia mendapati sebuah kertas terlipat di mejanya.
Langsung dia buka:
“Ada Orang Bijak Berkata:
….. Jangan Berjalan di Depanku, Aku
Mungkin tak dapat Mengikuti,
Jangan Berjalan di Belakangku, Aku
Mungkin tak dapat Memimpin,
Tapi, Berjalanlah seiring bersamaku.
Jadilah Sahabatku.
Pangeran Diponegoro.”
Cathy
menoleh ke tempat duduk Pangeran Diponegoro. Dilihatnya sang Pangeran sedang
tersenyum sambil mengacungkan dua jempol padanya.
Dan,
tidak ada alasan baginya untuk tidak membalas senyuman itu.
(Dimuat
di STORY, teenlit magazine. Edisi 19/ Th. II/ Februari - Maret 2011)
0 komentar:
Posting Komentar