Antara ‘Kebebasan berekspresi’ atas nama HAM versus Pelanggaran Privasi ala Barat?
Sejak
cuplikannya beredar di youtube awal Juli lalu, film amatir berjudul Innocence of Muslims garapan sutradara
amatir, Sam Bacile, terus mendapat
protes keras di seluruh dunia. Bagaimana tidak? Dalam film berdurasi sekitar 2
jam itu, Nabi Muhammad SAW digambarkan
sebagai seorang penipu (mengarang Alquran dan mengaku sebagai nabi). Rasulullah
SAW juga dianggap sebagai pria hidung belang (banyak istri, gundik dan budak
seks). Selain itu, Al-Ma’shum SAW dan
juga digambarkan sebagai seorang pedofil (Penyuka seks terhadap anak kecil)
dengan menikahi Siti Aisyah r.a, putri Abu Bakar As-Shiddiq r.a, yang masih berusia
6 tahun.
Gelombang
protes bermunculan di seluruh dunia. Tidak hanya dari umat Islam, masyarakat
non-muslim pun turut menyampaikan kecaman atas film itu. Beberapa negara
–termasuk Indonesia- memang telah memblokir akses film itu. Namun ironisnya, Amerika
Serikat (AS), negara tempat film itu dibuat– dengan dalih kebebasan
berekspresi- mengganggap Innocence of Muslims sebagai sebuah karya ‘legal’,
seperti film-film lain.
Belum
reda kontroversi yang ditimbukan oleh Innocence of Muslims, Sebuah majalah di
Prancis turut menebar provokasi dengan memuat karikatur Nabi Muhammad SAW.
Protes
semakin meluas. Menuntut AS dan Barat mengambil tindakan tegas. Beberapa bahkan
berlangsung ricuh, karena AS keukeuh
melindungi Sam Bacile CS. AS bahkan mengecam
protes yang disampaikan oleh umat Islam dan menganggap hal itu sebagai
sesuatu yang berlebihan.
Masih
di Barat, di bulan September 2012, majalah Closer
yang beredar di Prancis memuat beberapa foto Kate Middleton, Istri dari
Pangeran William, saat tidak berbusana, di teras sebuah villa milik
keponakan Ratu Elizabeth di Prancis.
Atas pemuatan dan publikasi foto ini keluarga Kerajaan Inggris pun menggugat
fotografer majalah Closer yang mengambil foto bugil tersebut, karena dinilai
telah melanggar privasi mereka.
Berdasar gugatan yang diajukan oleh Kerajaan Inggris, Pengadilan Komune
(semacam kota) Nanterre memutuskan bahwa majalah gosip itu bersalah. Atas
pelanggaran tersebut, Closer diharuskan membayar denda EUR 2.000
(sekitar Rp 24,8 juta).
Selain menjatuhkan denda, pengadilan juga melarang publikasi foto tersebut. Seluruh foto asli Kate yang dimiliki majalah Closer disita. Terutama, foto-foto pribadi istri Pangeran William itu.
Selain menjatuhkan denda, pengadilan juga melarang publikasi foto tersebut. Seluruh foto asli Kate yang dimiliki majalah Closer disita. Terutama, foto-foto pribadi istri Pangeran William itu.
Pertanyaannya adalah….
Jika Kate Middleton boleh marah karena merasa
privasinya diusik oleh majalah Closer -dan pengadilan Barat mendukung- mengapa umat Islam dilarang memprotes Innocence of Muslims yang telah
terangan-terangan menghina Rasulullah SAW yang mulia? Bukankah hal ini menunjukkan
bahwa AS dan Barat yang selama ini selalu menggembar-gemborkan kebebasan dan
Hak Asasi Manusia, telah melanggar HAM itu sendiri? Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar