Kamis, 08 November 2012


Rasulullah Muhammad Saw. adalah sosok manusia yang sempurna. Di medan perang, beliau adalah seorang jenderal tangguh, yang menguasai taktik dan strategi bertempur. Di tengah masyarakat, beliau adalah teman, sahabat, guru dan pemimpin yang menyenangkan. Di rumah, beliau adalah kepala keluarga yang bisa  mendatangkan rasa aman, kasih sayang sekaligus kebahagiaan.
Rasulullah Saw. adalah sosok yang romantis. Beliau biasa memanggil istri beliau, Asisyah ra. Dengan panggilan yang indah : “Ya Humaira!” (Wahai, si Merah Jambu!) Wanita mana yang tidak akan tersanjung dipanggil kekasihnya dengan panggilan seperti itu?
Tapi, keindahan itu tercipta bukan karena beliau ahli merayu, melainkan karena hati beliau yang memang bersih, bening dan indah. Dari hati yang indah itulah keluar kata-kata, perilaku dan sikap yang indah pula.
Para sahabat yang hidup di masa Rasullah Saw. telah banyak menyampaikan betapa indah hari-hari bersama beliau. Romantisme tidak hyanya berlaku bagi keluarga beliau semata, para sahabat dan umat Islam, bahkan seluruh makhluk Allah Swt. lainnya pun turut merasakannya.
Begitu dekat Rasulullah Saw. dengan seluruh unsur alam. Ketika melihat sekuntum bunga yang mulai terbuka kelopaknya, kalbu beliau bergetar, hati beliau bersuka cita, beliau mendekat, mencium dan mengusaonya dengan penuh kasih sayang, sambil mengucapkan: “ aamu khairin wa barakatin, Insya Allah!” (Tahun baik dan penuh berkah, Insya Allah!)
Begitu pun saat melihat bulan sabit di awal-awal malam kemunculannya. Tak lupa beliau menyambut dengan suka cita dan optimis. Beliau mengucap: “Hilaalu khairin wa barakatin!” (awal bulan yang baik dan penuh berkah!)
Setelah menyambut dengan suka cita, beliau lalu berdoa: “Allahumma ahillahu ‘alaina bilyumni wal iimaani wassaalamati wal Islaami!” ( Ya, Allah! Jadikan permulaan bulan ini membawa keuntungan, iman, keselamatan dan Islam)
Lalu….
Apa beanya bulan yang ditatap Rasulullah Saw. empat belas abad yang lalu dengan bulan yang kita lihat sekarang?
Bukan bulannya yang berbeda, tapi –mungkin- cara pandang kita dengan cara pandang Rasulullah Saw. yang berbeda. Rasulullah memandangnya dengan cahaya iman (keyakinan) sedang kita –mungkin- melihatnya dengan hati ragu. Rasululah Saw. melihat di di balik –kemunculan- bulan ada kebesaran Allah, sedang –banyak di antara- kita melihat bulan tidak lebih dari sekedar materi (benda langit). Rasulullah Saw. melihat bulan dari perspektif waktu yang akan datang (dengan visi), sedang kita melihatnya dengan ‘menghiting hari’.
Jadi…..
Saat ini kita berada di akhir bulan dzulhijjah –akhir tahun- 1433 H. Beberapa hari lagi kita akan menyambut kemunculan bulan –dan tahun baru, Muharram 1434 H. Mari jadikan momen ini untuk mulai melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw…. Mari sambut masa depan, dengan menjadi PRIBADI –YANG SELALU- POSITIF.

Tagged:

0 komentar:

Posting Komentar

Halaman Ibnu Shalih © 2013 | Powered by Blogger | Blogger Template by DesignCart.org